a. Telepon
Telepon
merupakan alat telekomunikasi yang dapat mengirimkan pembicaraan
melalui sinyal listrik. Telepon pertama kali diciptakan oleh Alexander graham bell pada tahun 1876, alat ini merupakan alat komunikasi yang praktis, maka tidaklah mengherankan jika telepon berkembang pesat.
Lalu pada tahun 1973 telah dikenal suatu teknologi dengan nama telepon
genggam atau handphone. Pada awalnya HP digunakan dikalangan tertentu
misalnya pengusaha, tapi kini sudah menjadi kebutuhan primer.
Telepon genggam selain berfungsi untuk melakukan dan menerima telepon,
umumnya telepon juga mempunyai fungsi pengiriman dan penerimaan pesan
singkat(short message service).
Koran
Koran atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat kabar juga biasa berisi komik, TTS dan hiburan lainnya.
Ada
juga surat kabar yang dikembangkan untuk bidang-bidang tertentu,
misalnya berita untuk industri tertentu, penggemar olahraga tertentu,
penggemar seni atau partisipan kegiatan tertentu.
Jenis surat kabar umum biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali pada hari-hari libur.
Surat kabar sore juga umum di beberapa negara. Selain itu, juga
terdapat surat kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang
prestisius dibandingkan dengan surat kabar harian dan isinya biasanya
lebih bersifat hiburan.
Kebanyakan negara mempunyai setidaknya satu surat kabar nasional yang terbit di seluruh bagian negara. Di Indonesia contohnya adalah KOMPAS.
Pemilik surat kabar, atau sang penanggung jawab, adalah sang penerbit, Orang yang bertanggung jawab terhadap isi surat kabar disebut editor.
Sistem cetak jarak jauh
Perkembangan
teknologi modern (komputer, internet, dll) kini memungkinkan pencetakan
surat kabar secara simultan di beberapa tempat, sehingga peredaran di
daerah-daerah yang jauh dari pusat penerbitan dapat dilakukan lebih
awal. Misalnya, koran Republika yang pusatnya di Jakarta, melakukan sistem cetak jarak jauh (SCJJ) di Solo atau media online seperti www.matabangsa.com. Koran International Herald Tribune yang beredar di Indonesia dicetak dan diterbitkan di Singapura, padahal kantor pusatnya berada di Paris.
Di
satu pihak sistem ini menolong beredarnya koran-koran kota besar di
daerah-daerah dengan lebih tepat waktu. Namun di pihak lain, koran-koran
daerah banyak yang mengeluh karena hal ini membuat koran-koran besar
semakin merajai dan mematikan koran-koran daerah yang lebih kecil.
Format
Surat kabar modern biasanya terbit dalam salah satu dari tiga ukuran:
- broadsheet (ukuran besar) (29½ X 23½ inci), biasanya berkesan lebih intelektual.
- tabloid: setengah ukuran broadsheet, dan sering dipandang sebagai berisi kabar-kabar yang lebih sensasional.
- "Berliner" atau "midi" (470×315 mm), yang digunakan surat kabar di Eropa seperti Le Monde.
Sejak tahun 1980-an, banyak surat kabar yang dicetak berwarna dan disertai grafis. Ini menunjukkan bahwa tata letak surat kabar semakin penting dalam menarik perhatian pembaca.
Oplah
Jumlah kopi surat kabar yang dijual setiap harinya disebut oplah, dan digunakan untuk mengatur harga periklanan.
Koran dan politik
Di
negara-negara Barat, pers disebut sebagai kekuatan yang keempat,
setelah kaum agamawan, kaum bangsawan, dan rakyat. Istilah ini pertama
kali dicetuskan oleh Thomas Carlyle pada paruhan pertama abad ke-19. Hal ini menunjukkan kekuatan pers dalam melakukan advokasi
dan menciptakan isu-isu politik. Karena itu tidak mengherankan bila
pers sering ditakuti, atau malah "dibeli" oleh pihak yang berkuasa.
Di
Indonesia, pers telah lama terlibat di dalam dunia politik. Di masa
penjajahan Belanda pers ditakuti, sehingga pemerintah mengeluarkan haatzai artikelen,
yaitu undang-undang yang mengancam pers apabila dianggap menerbitkan
tulisan-tulisan yang "menaburkan kebencian" terhadap pemerintah.
Pada masa Orde Lama banyak penerbitan pers yang diberangus oleh Presiden Soekarno. Namun bredel pers paling banyak terjadi di bawah pemerintahan Soeharto.
Akibatnya banyak wartawan yang harus menulis dengan sangat
berhati-hati. Atau sebaliknya, wartawan menjadi tidak kritis dan hanya
menulis untuk menyenangkan penguasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar